DONGGALA – 18 November 2025– Mimpi ribuan warga Desa Bou, Kecamatan Sojol, Kabupaten Donggala, untuk menikmati air bersih kandas mengenaskan. Sebuah proyek infrastruktur yang disuntik dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2024 sebesar Rp2 Miliar oleh Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air (SDA) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) terbukti GAGAL TOTAL dan hanya meninggalkan puing-puing kekecewaan. Proyek ini bukan hanya mangkrak, tapi secara fungsi telah menjadi kuburan uang rakyat paling mahal di wilayah tersebut.
Kegagalan fatal proyek air bersih ini bukan sekadar insiden teknis, melainkan cermin bobroknya manajemen proyek dan lemahnya pengawasan oleh instansi terkait. Kegagalan ini patut diusut tuntas sebagai dugaan kuat praktik pemborosan anggaran negara.
Kekesalan memuncak di tengah masyarakat Desa Bou. Mansur Hasan Udin, seorang warga, dengan lantang menyebut proyek ini sebagai pengkhianatan terhadap kebutuhan dasar rakyat.
“Kami dibohongi dengan janji pembangunan yang menelan angka Rp2 Miliar. Faktanya, sampai detik ini, nol besar! Belum ada setetes pun air yang mengalir ke rumah-rumah kami,” tegas Mansur dengan nada geram, saat diwawancarai media ini pekan lalu (11/11/2025).
Ia menekankan bahwa anggaran yang seharusnya menjadi solusi hidup malah menjadi beban kerugian negara dan beban mental bagi masyarakat. “Kami menuntut agar Aparat Penegak Hukum segera bertindak, mengusut tuntas kemana menguapnya kualitas pengerjaan proyek raksasa ini. Jangan biarkan uang rakyat terbuang sia-sia tanpa ada yang bertanggung jawab!” serunya.
Kritik pedas yang menuding adanya kejanggalan struktural di balik kegagalan ini datang dari Ketua Lembaga Pemantau Keuangan (LPK) Sulteng, Rahman T.jany. Ia tak segan menyebut bahwa hasil proyek ini mengindikasikan kuat praktik “asal jadi” dan minimnya komitmen kontraktor serta pengawas dinas.
“Proyek Rp2 Miliar gagal berfungsi total? Ini bukan kelalaian biasa, ini adalah kejahatan anggaran. Indikasi proyek ini dibangun hanya untuk memenuhi kewajiban serapan dana, bukan kewajiban pelayanan publik,” kecam Rahman.
Rahman T.jany menegaskan, kegagalan ini harus dilihat sebagai kegagalan sistem pengadaan barang dan jasa. “Dinas Cipta Karya dan SDA Provinsi Sulteng harus bertanggung jawab penuh atas pemborosan massif ini. Mereka harus menjelaskan, bagaimana bisa proyek vital dengan dana sebesar itu tidak memiliki feasibility (kelayakan) dan pengawasan yang memadai? Apakah ada ‘mafia anggaran’ yang bermain di balik tender proyek ini?” ia mempertanyakan.
Ia menuntut agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit investigatif, sebab proyek yang seharusnya meningkatkan derajat hidup masyarakat justru kini menjadi simbol ketidakbecusan birokrasi dan pemborosan yang tak termaafkan.
# Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Tengah
# Inspektorat Provinsi Sulawesi Tengah
# Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah
# Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah
# Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah
# Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia
# Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia
# Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia
# Kejaksaan Agung Republik Indonesia
# Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)
Publisher -Red
