Kebumen, 12 November 2025 – Proyek rehabilitasi ruas jalan provinsi Gombong-Sempor-Ketileng/Bts. Banjarnegara dengan alokasi anggaran mencengangkan sebesar Rp 4.923.219.000,00 (hampir Rp 5 Miliar) kini menjadi sasaran kritik publik yang pedas. Proyek sepanjang ± 3 kilometer yang rampung pada 14 Oktober 2025, atau setara dengan biaya Rp 1,64 Miliar per kilometer, dinilai gagal total dalam menjamin kualitas infrastruktur yang mumpuni.
Hanya dalam hitungan minggu pasca-serah terima, kekhawatiran masyarakat terbukti menjadi fakta pahit di lapangan: tanda-tanda kerusakan dini telah muncul secara signifikan di beberapa titik krusial.
Titik kerusakan paling mencolok terpantau di perempatan padat Jatinegara, Sempor. Berdasarkan pantauan dan dokumentasi foto, lapisan aspal di lokasi tersebut sudah mulai terkelupas, menampilkan agregat dan kerikil yang mudah terlepas. Kerusakan ini mengancam ketahanan jalan secara keseluruhan.
“Anggaran yang dikeluarkan sungguh besar, tapi kualitas pengerjaannya terlihat ‘sekenanya’ (seenaknya sendiri). Hanya sebentar saja sudah rusak begini. Ini kerugian besar bagi kami sebagai pengguna jalan,” ujar W (seorang warga Jatinegara) yang enggan disebut namanya karena khawatir akan dampak di kemudian hari.
Kerusakan dini di lokasi strategis seperti perempatan Jatinegara, yang merupakan jalur akses vital dan menantang, bukan hanya persoalan teknis minor. Ini adalah indikasi kuat adanya dugaan ketidaksesuaian spesifikasi teknis (Spektek) atau kelalaian serius dalam proses pengawasan dan pengerjaan oleh pihak kontraktor.
Mengingat anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Tengah seharusnya menjamin kualitas jalan yang tahan lama terlebih jalur Gombong-Sempor rawan longsor publik menuntut agar Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah tidak menutup mata atas temuan ini.
Aktivis dan masyarakat mendesak tuntutan konkret sebagai berikut:
– Audit Mutu Independen Segera dan Mendesak: Segera lakukan audit teknis secara menyeluruh oleh pihak ketiga yang independen. Audit harus mengukur secara akurat ketebalan lapisan aspal, kepadatan, dan kualitas komposisi material (Job Mix Formula), dan membandingkannya secara terbuka dengan dokumen kontrak.
– Pertanggungjawaban Penuh Kontraktor: Pemerintah wajib memastikan bahwa kontraktor pelaksana (CV FAHD ARSIETA) dan konsultan pengawas (PT RENCANA JAYA INDONESIA KSO) bertanggung jawab penuh. Seluruh perbaikan kerusakan yang terjadi dalam masa pemeliharaan harus dilakukan dengan biaya kontraktor, tanpa membebani kembali anggaran negara.
– Buka Penuh Dokumen Kontrak: Publik berhak tahu. Detil spesifikasi teknis, serta Rincian Harga Satuan (HPS) material, harus dibuka kepada publik untuk menilai apakah angka Rp 1,64 Miliar/KM merupakan nilai yang wajar untuk kualitas infrastruktur yang terbukti rapuh ini.
“Kualitas konstruksi yang ‘seumur jagung’ setelah menelan hampir Rp 5 Miliar adalah tamparan keras bagi akuntabilitas publik. Ini adalah kerugian ganda: kerugian finansial negara akibat uang rakyat yang dihamburkan, dan ancaman nyata terhadap keselamatan pengguna jalan yang harus melintasi aspal yang tipis dan mudah mengelupas,” tegas Hendra, seorang aktivis setempat dari Sempor.
Kegagalan proyek infrastruktur berbiaya jumbo ini harus menjadi alarm paling keras bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Jika pengawasan tidak diperketat dengan disiplin baja, lebih banyak anggaran rakyat akan ludes sia-sia, sementara masyarakat dipaksa menggunakan jalan yang kualitasnya dipertanyakan.
#KPK
#BPK
#MENTRI PUPR
#KEJAKSAAN AGUNG RI
#OMBUDSMAN
Publisher -Red
