PRABUMULIH, 12 November 2025 – Suasana di depan kantor PT Pertamina EP Zona 4 Prabumulih mendadak mencekam hari ini, Rabu (12/11). Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Komunikasi Pemuda Prabumulih (FKPP) yang menuntut kejelasan dan transparansi perekrutan tenaga kerja lokal berakhir dengan kericuhan setelah terjadi adu mulut sengit dengan pihak pengamanan perusahaan.
Masyarakat lokal Prabumulih merasa diabaikan, padahal perusahaan migas tersebut beroperasi di wilayah mereka. Tuntutan utama adalah agar proses rekrutmen dibuka secara jujur dan memberikan porsi yang adil bagi putra-putri daerah.
“Kami menuntut Pertamina jujur dan membuka proses rekrutmen. BUMN ini milik negara, bukan milik segelintir elite yang mengabaikan putra-putri daerah di sekitar ladang minyak mereka sendiri,” teriak Kiki Radito yang memimpin unjuk rasa.
Manajemen lokal Pertamina dinilai gagal total dalam menjaga hubungan harmonis dengan komunitasnya, dan justru menimbulkan ketegangan sosial yang seharusnya bisa dihindari dengan kebijakan yang lebih terbuka dan beretika.
Kericuhan memuncak ketika terjadi adu mulut yang terekam kamera antara perwakilan massa dengan oknum pengamanan BKO (Bawah Kendali Operasi). Sorotan paling tajam diarahkan pada fakta bahwa petugas pengamanan tersebut terlihat menggunakan atribut yang menyerupai personel TNI/Polri saat menghadapi unjuk rasa sipil.
Tindakan ini dinilai melanggar etika sipil dan memicu kritik keras:
– Intimidasi Terselubung: Penggunaan simbol militer atau kepolisian dalam konteks penanganan massa sipil adalah bentuk intimidasi yang melampaui batas kewenangan keamanan korporasi. Ini mengesankan Pertamina mencoba membungkam kritik publik dengan simbol kekuatan negara.
– Militerisasi Keamanan: Publik menilai ini adalah bentuk militerisasi pengamanan aset BUMN, sebuah praktik yang bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi di Indonesia.
– Akuntabilitas Dana: Pertanyaan krusial muncul: apakah Pertamina menggunakan dana publik untuk membiayai personel BKO yang justru bertindak provokatif dan represif, alih-alih profesional dan humanis?
Keheningan institusi ini justru memperparah kecurigaan publik dan menguatkan persepsi bahwa Pertamina dan pemerintah terkait sedang berupaya menutup-nutupi insiden dan menghindari pertanggungjawaban.
Insiden ini mendesak Kementerian BUMN untuk segera mengintervensi dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen Pertamina di Prabumulih.
Bungkamnya Pertamina dan pemerintah terkait pasca-kericuhan hanya akan membuktikan bahwa BUMN ini tidak serius dalam menjunjung tinggi transparansi dan keadilan lokal. Publik menanti sikap tegas: apakah akan berpihak pada transparansi, atau memilih untuk terus bersembunyi di balik keangkuhan korporasi dan simbol-simbol kekuatan militer.
Publisher -Red
