
Kebumen, MRC – 27 Mei 2025 – Di tengah gelombang informasi yang membombardir kita setiap detik, esensi seorang jurnalis sejati tak lagi hanya tentang kecepatan. Bukan, kawan. Identitas mereka kini terukir dalam setiap goresan kata, setiap alunan kalimat yang mereka pilih. Dua elemen yang sering diremehkan ini – tulisan dan bahasa – sejatinya adalah detak jantung yang membentuk karakter dan integritas seorang ksatria pena.
Bagi seorang wartawan, tulisan bukan sekadar rangkaian huruf. Ia adalah cerminan dari pikiran yang tajam, hasil investigasi yang mendalam, dan komitmen yang tak tergoyahkan pada kebenaran. Setiap diksi yang dipilih, setiap kalimat yang dirangkai, dan setiap paragraf yang dibentuk haruslah berteriak objektivitas, keberimbangan, dan kebenaran. Bahasa yang lugas, tanpa celah untuk bias, adalah kunci. Tanpa itu, pesan akan tersesat, memicu salah paham, bahkan menyulut bara disinformasi.
“Integritas seorang wartawan itu nyata dalam setiap diksi yang ia pilih dan setiap susunan kalimat yang ia buat,” tegas Budi Santoso, pengamat media dari Universitas Kebumen. “Tidak ada ruang untuk manipulasi fakta atau pembengkokan narasi. Bahasa adalah alat paling ampuh untuk menjaga kepercayaan publik, alat yang tak bisa ditawar!”
Karakter sang jurnalis juga terpancar dari gaya penulisan yang tak hanya konsisten, tetapi juga bertanggung jawab. Kemampuan mengubah informasi rumit menjadi sajian yang mudah dicerna, tanpa mengorbankan kedalaman substansi, adalah tanda kematangan seorang wartawan yang patut diacungi jempol. Lebih dari itu, keberanian untuk menuliskan kebenaran, meski tak populer atau berlawanan dengan kepentingan pihak mana pun, adalah bukti nyata dari integritas yang kokoh bak baja.
Di era hoaks dan disinformasi yang merajalela, peran wartawan yang berpegang teguh pada prinsip tulisan dan bahasa yang benar menjadi sangat vital. Mereka adalah benteng terakhir, garda terdepan yang memverifikasi fakta, membedah kebohongan, dan menyajikan informasi akurat. Ini demi satu tujuan: agar masyarakat dapat membuat keputusan berdasarkan data yang valid, bukan sekadar angin lalu.
Maka, setiap wartawan harus senantiasa ingat: setiap tulisan yang mereka lahirkan bukan hanya sekadar penyampaian informasi. Ia adalah manifestasi dari karakter dan integritas pribadi, sebuah tolok ukur kredibilitas yang abadi di mata publik. Ingatlah, ini bukan sekadar pekerjaan, ini adalah panggilan jiwa!*,(Red)